Sadarsibarani’s Weblog

October 28, 2008

GERRIT VAN ASSELT

Parausorat, dalam sejarah perkembangan Huria Kristen Batak Protestan di Tanah Batak, adalah tempat yang bersejarah. Titik awal kristenisasi Tanah Batak, khususnya Huria Kristen Batak Protestan, dimulai dari tempat ini. Juga sekolah seminari yang pertama, didirikan oleh pendeta Schereiber. Tempat ini tidak dapat dilepaskan dari nama Gerrit van Asselt, seorang penginjil yang dikirim oleh Nederlands Bijblegenootschap, suatu yayasan yang juga pernah mengirimkan van der Tuuk ke Tanah Batak. Yayasan ini juga mengirim penginjil-penginjil ke Borneo (yang sekarang dikenal sebagai Kalimantan). Sebelum dikirim ke berbagai daerah, para penginjil ini diajarkan berbagai kepintaran, antara lain kepandaian bertukang, dengan harapan bahwa, dengan kepandaiannya ini, mereka akan memperoleh penghasilan sekaligus bekerja di ladang Tuhan. Hal yang sama juga terjadi pada van Asselt.

Sebelumnya, van Asselt bersama penginjil-penginjil lain, seperti Koster dan Dammerbur, bekerja serabutan. Koster dan Dammerbur bekerja sambilan sebagai guru, sementara Gerrit van Asselt bekerja sebagai sinder (pengawas pembuatan jalan). Sebagai sinder, dia berkenalan dengan seorang pemasok bahan-bahan dan tenaga kerja, bernama Jarumahot dengan gelar Husni bin Idris Nasution, seorang penganut agama Islam. Di antara keduanya terjalin persahabatan dan van Asselt bahwa dia adalah seorang pendeta.

Sebagai pendeta dia sedang mencari sebidang tanah yang dapat digunakan untuk membangun gereja dan rumah pendeta. Jarumahot begitu terharu mendengar cerita van Asselt ini. Karena sudah terikat persahabatan, Jarumahot menawarkan sebidang tanah kosong kepada van Asselt. Tanah yang cukup luas itu diberikan kepada van Asselt secara gratis. Ada pendapat bahwa pemberian tanah gratis ini adalah balas budi, karena Jarumahot memperoleh banyak keuntungan selama menjadi pemasok kebutuhan pembuatan jalan. Keuntungan yang diperolehnya belum sebanding dengan apa yang diberikannya kepada van Asselt.

Apapun latar belakang pemberian tanah tersebut, di tempat itu van Asselt bersujud, berdoa kepada Tuhan, mengucapkan terima kasih karena doanya telah dikabulkan. Ditempat itu dibangun gereja dan rumah pendeta. Juga didirikan sebuah sekolah dengan dinding yang terbuat dari tepas (anyaman bambu-topas). Lama-kelamaan, sekolah ini akhirnya dinamakan singkola topas, yang merupakan sekolah Kristen yang pertama di Tanah Batak. Pada awal kedatangannya setelah gagal di Barus, Nommensen sempat juga menjadi guru di singkola topas ini.

Di antara enam orang putera Jarumahot, tiga orang masuk Kristen dan tiga orang lainnya tetap menganut agama Islam. Salah seorang anak yang masuk Kristen adalah demang pertama di Toba, yang bernama Tanduk Nasution. Seorang puteranya, yang bernama Petrus Nasution, menjadi pendeta dan seorang lagi yang bernama St. Johannes Nasution menjadi sintua (penatua gereja). Dari ketiga anak yang menganut agama Islam, seorang menjadi pengusaha dan dua orang lainnya menjadi penyebar agama Islam di Angkola, yang bernama Haji Ali Nasution dan Kalifah Jamalirun Nasution. Walaupun mempunyai keyakinan yang berbeda-beda, keluarga ini tetap hidup rukun dan saling menolong.

Lalu, bagaimanakah keadaan Gereja Parausorat sekarang? Melihat perkembangan yang begitu pesat dalam institusi HKBP, adalah pantas bila HKBP menaruh perhatian akan keberadaan Gereja ini yang bila dibandingkan dengan gereja-gereja HKBP yang ada di Nusantara, keadaannya begitu menyedihkan.

Create a free website or blog at WordPress.com.